Senin, 07 Maret 2016

Semua adalah Ibadah

Suatu hari saat sedang berkumpul dengan sahabat-sahabatku, kami dengan enjoy sedang membicarakan tentang pendidikan untuk anak kami masing-masing. Seorang teman membuka percakapan ini dengan keluhan hatinya yang galau memilih sekolah untuk anak pertamanya. Satu sekolah sudah cocok, ternyata ada info bla-bla-bla sehingga goyah kembali.

Pembicaraan dengan teman ini ternyata cukup berat dan memakan waktu yang lama. Ada yang bercerita pengalamannya, ada yang menyampaikan info yang dia punya, macam-macam. Bahkan ada yang hanya manggut-manggut saja lantaran belum sampai masanya mengalami kegalauan untuk pendidikan anaknya.

Pembaca yang budiman,

Dari pembicaraan yang lumayan panjang itu, bisa kita pahami ternyata semua keputusan itu mengandung resiko. Saran yang direkomendasikan, sebaik apapun pasti ada resikonya saat kita jalani. Memutuskan anak kita untuk sekolah di sekolah full day misalnya, kita akan menemukan resiko seperti waktu dirumah bagi anak akan terbatas sehingga anak tidak seberapa baik jiwa sosialnya dengan orang-orang di rumah dan sekitarnya, atau anak akan terus mengeluh capek Karena jam belajarnya lama, dan sebagainya.

Saat memutuskan untuk anak sekolah di sekolah yang normal, pulang siang. Sebagai orangtua kadang ada yang merasa tidak maksimal pembelajarannya, ekstra-nya kurang, anak akan terytinggal dengan anak-anak fullday, dll. Belum kalau kita membandinagkan satu sekolah dengan sekolah yang lain tentang kualitasnya, sarana prasarana, jurusannya (bagi yang kejuruan), dan masih banyak lagi yang tentu saja semua itu mengandung resiko.

Para orangtua yang bijak,

Sebenarnya tugas kita sebagai orangtua yang utama bukanlah memusingkan diri untuk mencari sekolah yang pas untuk anak kita. Memang itu hal penting, tapi ada yanglebih utama, yaitu mendidik anak kita untuk hakikat mencari ilmu. Sebagai orangtua kita punya kewajiban untuk menanamkan kepada anak kita bahwa sebagai manusia dia mempunyai tugas khusus, yaitu beribadah kepada Allah dan menjadi khalifah di bumi ini. Kondisi ini yang harus kita pantau terus menerus dalam diri anak kita. Supaya mereka menjadi manusia yang selalu tunduk kepada Allah swt. dan ia akan menjadi pemimpin (pemelihara) bumi ini.

Dengan demikian, ia akan merajut ilmunya dengan aqidah yang benar karena ia sudah tahu misi besarnya sebagai manusia dalam hidupnya. Sehingga dimanapun ia menuntut ilmu, dan suatu saat ia sukses, maka ia akan sukses dalam bingkai syar’i. ilmunya akan manfaat, ia mau tekun di bidang apa, ia kursus apapun, ia jadi apapun tidak masalah, karena ia akan menjadi manusia yang bisa mengemban tugas khususnya.

Sebagai orangtua kita juga tidak akan merasa kecewa dengan anak yang diimpikan menjadi dokter ternyata ia menjadi akuntan handal, anak yang diharapkan menjadi polisi ternyata ia jadi pengusaha, dst. Kekecewaan itu tidak akan terjadi, karena yang menjadi visi besar orangtua adalah bagaimana anak ini sukses dalam bingkai syar’i. Dan ini adalah masa yang akan ia jalani dengan cukup panjang, begitu juga bagi orangtua.[]


Sabtu, 05 Maret 2016

Oase

Suatu hari saat para manejer perusahaan elit sedang berkumpul, salah seorang diantara mereka ada yang menyampaikan tentang kehidupannya, “Dulu saya dan keluarga hidup sederhana. Kami berangan-angan untuk bisa hidup lebih. Akhirnya sekarang angan-angan itu jaid kenyataan… Jika dulu kami tinggal di rumah kontrakan, sekarang kami bisa memiliki 2 rumah, anak-anak bisa aku sekolahkan di sekolah yang elit, mobil nyaman, dan semua kebutuhan bisa kami penuhi….”

Tidak berhenti sampai disitu, Sang manejer melanjutkan kisahnya, “tapi kadang saya masih merasa sumpek. Ada kegundahan yang saya rasakan.”

“Kenapa?” Tanya rekannya yang lain.

“Aku tidak tahu….”

Ya, sangat sering kisah seperti diatas terjadi. Kapanpun, dan pada siapapun. Setiap manusia pasti akan berusaha untuk memenuhi setiap keinginannya, memenuhi setiap kebutuhannya. Ini dikarenakan semata-mata untuk mencapai kepuasan yang berujung rasa bahagia. Rasa bahagia ini tidak serta merta konstan, ada satu titik dimana saat semua telah terpenuhi, perasaan tidak bahagia justru muncul. Dan ini bisa terjadi pada semua manusia.

Seperti manejer yang telah mengungkapkan kisah hidupnya diatas, semua kebutuhannya sudah dipenuhi tapi masih juga muncul negasi kebahagiaan tanpa ia tahu apa sebabnya.

Allah swt. berfirman: Allah telah menurunkan perkataan yang baik (yaitu) Al-Qur’an serupa (mutu ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang, gemetar karenanya kulit orang-orang yang takut kepada Tuhannya, kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka diwaktu mengingat Allah….(QS. Az-Zumar: 23)

Al-Qur’an,.Bisa jadi manejer yang menceritakan kegundahan tanpa diketahui sebabnya itu jawabannya adalah AL-Qur’an. Membaca dan mengajarkan Al-Qur’an itu bisa menenangkan hati. Dengan berdekatan dengan Al-Qur’an itu artinya kita belajar banyak tentang islam, kita dekat dengan Allah swt. dengan demikian, hati kita akan menjadi tenang dan tentram.[]


Jumat, 04 Maret 2016

Profesional Menjalani Hidup

Seorang anak laki-laki yang baru lulus SMK melamar kerja di sebuah perusahaan asing. Setelah melewati serangkaian tes, akhirnya ia lolos dan tinggal satu tes terakhir yaitu tes wawancara. Tiga hari sebelum tiba saatnya tes wawancara dia mempersiapkan diri dengan embaca berbagai pengetahuan tentang wawancara kerja,baik dari internet, buku, atau bertanya ke orang-orang yangpernah mengalami tes serupa.

Saat tiba saatnya dia harus berhadapan dengan tim yang mewawancarainya, dia yakin dia bisa. Dari hasil belajar kesana kemari kemarin, informasinya dia akan ditanyai macam-macam dan pertanyaannya menjebak. Oleh karena itu, dia sudah mempersiapkan alternatif-alternatif jawaban untuk segala macam pertanyaan yang mungkin akan dia hadapi. Di luar dugaan, dalam tes wawancara itu dia hanya mendapatkan satu pertanyaan saja, “Menurut Anda, PROFESIONAL itu seperti apa?

Wah, sontak saja lelaki itu berpikir keras. Seingat dia, dia lupa belajar apa yang akan dia jawab jika pertanyaan itu muncul. Dari berbagai istilah dan pertanyaan yang dia pelajari, sepertinya dia terlewat mempelajari tentang arti kata professional menurut dirinya. Yang dia ingat adalah professional yang telah didefinisikan oleh berbagai tokoh pengusaha besar atau ilmuwan dibidangnya.

Namun, anak laki-laki itu tidak lama-lama bertahan pada kebingungannya. Dia tahu kalau dia harus menjawab pertanyaan itu, setidaknya untuk menyelesaikan tes wawancaranya. Urusan dia terseleksi lolos dan diterima kerja atau dia tidak diterima kerja itu urusan nanti. Dia berpikir yang penting dia tidak meninggalkan ruang tes dengan rasa malu karena ketidakmampuannya mendefinisikan profesional menurut versinya.

Dengan mantap kemudian anak laki-laki itu menjawab, “Menurut saya, profesional adalah saat saya bangun tidur dan membersihkan kamar tidur saya, kemudian segera bersiap-siap ke sekolah sehingga saya datang ke sekolah tepat waktu tanpa ada tugas sekolah yang tertinggal atau belum saya kerjakan.”

Ya, begitulah. Akhirnya dia bisa keluar dari ruang tes dengan menjabat tangan para petinggi perusahaan itu. dan saat ia berjabat tangan dengan salah seorang dari mereka, anak laki-laki itu mendapat ucapan selamat.

“Selamat, Anda bisa bekerja disini mulai hari Senin pekan depan! Silahkan mengurus administrasi diruang sebelah….”
Anak laki-laki itu kaget bercampur bahagia. bagaimana tidak, awalnya dia kesulitan menghadapi tes wawancaranya, ternyata dia bisa lolos hanya dengan wajaban itu.

Selang dia bekerja di perusahaan itu akhirnya dia tahu orang yang menjabat tangan dan mengucapkan selamat itu adalah direktur perusahaan. Dalam satu kesempatan direktur menjelaskan mengapa dia meloloskannya bekerja di perusahaan itu.

“Begitulah seharusnya kita hidup, Saat masalah datang, kita tidak perlu berpikir sebesar apa masalah itu, tapi bagaimana kita menyelesaikannya. Jawaban teoritis belum tentu menyelesaikan masalah, tapi jawaban realistis sudah pasti bisa menyelesaikan masalah. Karena masalah bukanlah teori belaka, tapi dia adalah realitas kehidupan ini.”


“Dengan begitu, kita bisa profesional menjalani hidup ini….”[]

Kamis, 03 Maret 2016

Peristiwa Kecil yang Membuat Bahagia

Siang itu aku putuskan untuk berhenti sejenak dari aktivitas rutin yang sudah mulai membuatku jenuh. Ya, aku berada di titik jenuh yang sudah tidak bisa ditolerir lagi. Aku memilih berjalan-jalan ke alun-alun kota sambil menunggu waktu sholat ashar. Aku rencanakan untuk sholat di masjid jami’ alun-alun dengan harapan aku bisa lebih kusyuk dan berdoa agar Allah swt. memberiku petunjuk untukku melangkah dalam hidup ini.

Saat itu alun-alun belum terlalu ramai hingga aku melangkah ke masjid saat adzan ashar berkumandang. Aku ambil air wudhu, air yang segar itu membasahi wajahku. Ada yang menyegarkan dan pikiranku lebih tenang. Kujalani sholat ashar dan setelahnya aku berdoa seperti yang aku rancang sebelumnya: Mengharap Allah stw. Memberiku petunjuk.

Usai sholat ashar aku memilih sudut teras masjid yang memberiku kesempatan memandang alun-alun kota. Suasana sudah mulai ramai mejelang sore. Berbagai keramaian, dari hilir mudik pasangan muda-mudi, pasangan paruh baya yang masih terlihat kemesraannya, hingga lansia yang masih saling setia menggandeng tangan satu sama lain saling menjaga. Ada juga beberapa rombongan keluarga, komplit : orangtua dan anak-anak mereka. Dalam hati aku berpikir: Bisakah aku bahagai seperti mereka? Terdengar melankolis memang, tapi kenyataannya saat itu kebahagiaannku seperti jauh hilang entah kemana.

Di keramaian yang nampak, tiba-tiba aku terfokus pada pemandangan pasangan suami istri yang merumput bersama anak balitanya. Keluarga kecil itu tampak ceria. Si kecil yang sedang belajar berjalan secara bergantian ia melangkah menuju ayahnya, kemudian ganti menuju ibunya dengan riang gembira. Sesekali kakinya yang belum kuat benar berjalan itu tertekuk membuatnya jatuh, tapi apa yang terjadi? Anak itu malah tertawa dan segera berusaha bangkit dan melangkah lagi menuju ayah dan ibunya yang merentangkan tangan untuk menyambut anaknya. Orangtua sang anak juga tampak tertawa penuh bahagia menyaksikan anaknya yang beberapa kali jatuh dan bangun lagi dengan terus memberi dukungan agar sang anak tidak putus asa latihan berjalan.melihat itu aku menjadi ikut gembira.

Seketika itu aku berpikir, Apakah saat aku kecil juga seperti anak itu? Latihan berjalan dengan semangat meski beberapa kali jatuh dan orangtuaku selalu mendukungku agar aku tidak putus asa berlatih? Berarti saat kecil aku sudah menjadi orang yang hebat, bergembira dengan terus belajar tanpa berputus asa. Memberi kebahagiaan bagi semua orang di sekitarku. Orangtuaku tentu mengajari aku agar menjadi orang yang kuat. Lalu, mengapa beberapa hari ini aku hampir menyerah dan putus asa?

Lelah dan jenuh bekerja, mengurus anak, berhubungan dengan orang lain adalah aktivitas yang memang wajar terjadi dalam kehidupan. Harusnya aku tidak putus asa meski kelelahan menghampiri dengan sangat. Harusnya aku bersyukur dipercaya dengan berbagai amanah untuk kujalankan.


Alhamdulillah, peristiwa kecil sore itu adalah kehendak Allah yang memberiku petunjuk untuk bahagia menjalani hidup.kejenuhanku hilang dan rasa bahagia itu kembali kurasakan. Memang benar, Allah bisa jadi memberikan kebahagiaan dari peristiwa di depan kita, sekalipun itu peristiwa kecil, seperti yang kualami ini.[]

Rabu, 02 Maret 2016

Hiduplah Tanpa Rasa Kecewa

Kecewa memang salah satu isi kehidupan. Tapi jika meladeni kecewa selalu mampir di kehidupan kita maka kita akan terus tersiksa dan tidak bahagia. Oleh sebab itu, jangan terlalu sering kecewa dengan apa yang kita peroleh.

Pada waktu kita mendapatkan nikmat dari Allah, ternyata kita masih sering merasa kurang. Dalam bekerja kita merasa pekerjaan kita melelahkan, gaji sedikit, jabatan tidak naik-naik. Di rumah juga demikian, kita merasa sering tidak cocok dengan pasangan kita, merasa anak-anak kita kurang pandai, kurang berbakti, dan sebagainya.Nah, semua rangkaian keluhan itulah yang membuat kita tidak bersyukur yang akhirnya kita merasa kecewa.

Jangan merasa kecewa dengan apa yang kita peroleh. Coba kita berpikir ulang! Apa yang kita pikirkan pada saat mencari pekerjaan? Pasti yang terpikir adalah yang penting dapat pekerjaan…. Kita tidak berpikir apakah pekerjaan itu akan membuat kita lelah, kapan gaji naik, kapan jabatan lebih tinggi. Dapat pekerjaan saja kita sudah puas dan bersyukur. Iya kan? Saat itu kita bisa bersyukur karena masih banyak yang belum mendapat pekerjaan atau bahkan yang tidak mampu bekerja.

Kemudian saat kita mencari jodoh juga demikian. Cukup kita dapat dan sampai di pelaminan kita sudah sangat bersyukur. Kita tidak pernah berpikir apakah nanti kita akan ada pertengkaran, ketidakcocokan, dan sebagainya. Saat itu kita bersyukur karena masih banyak yang menunggu jodoh atau bahkan ditinggal pasangannya.

Juga saat kita berada di detik-detik menunggu anak kita lahir. Anak kita lahir dengan selamat saja kita sudah sangat bersyukur dan bahagia. Kita tidak pernah berpikir ranking berapa dia saat sekolah nantinya, sepintar apa anak kita, sebaik apa anak kita, dan sebagainya. Saat itu kita bersyukur karena masih banyak yang menunggu momongan atau bahkan kehilangan buah hati.


Hiduplah tanpa rasa kecewa! Jangan merasa kecewa dengan apa yang kita peroleh. Itulah mengapa dalam doa sehari-hari, kita tidak hanya sibuk meminta kepada Allah swt. tetapi kita juga perlu mengungkapkan rasa syukur kita kepada Allah swt. dalam hidup kita tidak hanya melihat kekurangan tapi kita juga realistis dengan kelebihan-kelebihan disekeliling kita.[]

Selasa, 01 Maret 2016

Belajar dari Pipa

Musim hujan seperti sekarang ini biasanya memberi pemandangan pada kita banyak saluran-saluran air yang meluber. Diperiksa pipanya, ternyata pipa atas tidak ada sumbatan apapun, pun dengan pipa bagian bawah tidak ada sumbatan. Tidak ada sumbatan apapun di pipa tapi mengapa air itu meluber? Ternyata, air bisa meluber dikarenakan hujan, sedangkan pipa tidak muat.

Nah, begitupun dalam kehidupan sehari-hari. Acapkali kila mencari-cari masalah, mencari-cari penyebab, mencari-cari hambatan yang sebenarnya tidak ada sama sekali hambatan atau masalah. Saat resah kita menyalahkan keadaan, sibuk menyalahkan orang lain saat tertimpa kesulitan, menyalahkan alat saat kerja kita bermasalah, dan sejenisnya. Padahal sebenarnya semua yang kita tuduh sebagai hambatan-hambatan itu semuanya baik-baik saja. Kembali kepada diri kita. Hanya lantaran kita yang kurang belajar, sehingga kapasitas kita kurang untuk menampung semua hal itu sehingga yang terjadi adalah melubernya masalah demi masalah yang ada. Kapasitas kita belum mampu untuk menampung semua itu


Ya, hanya karena kapasitas kita yang tidka mampu menampung persoalan yang tengah melanda. Bisa kita bayangkan jika pipa kita luas dan besar kapasitasnya. Tentu saja, apapun yang datang bisa tertampung dengan baik tanpa ada masalah yang berarti.[]

Kebahagiaan

Setiap manusia memiliki harapan yang dicita-citakan dalam kehidupannya. Setiap harapan yang dicita-citakan itu selalu diharapkan bisa terwujud. Namun pada kenyataannya, harapan-harapan kita yang jumlahnya sekian banyak itu yang terwujud hanyalah beberapa persen saja. Sebagai contoh seseorang yang saat kecil bercita-cita menjadi dokter, ternyata pada kenyataannya sekarang dia menjadi seorang guru. Dan nyatanya orang tersebut menjalani hidupnya menjadi guru itu dengan berbahagia.

Ternyata begitulah kehidupan ini berjalan. Kita harus belajar dari kehidupan yang kita alami. Semua yang diinginkan manusia itu tidak barang tentu akan dikabulkan oleh Allah swt. Saat harapan atau keinginan kita tidak sesuai dengan kenyataan, dan kita melewati semua itu, ternyata semuanya baik-baik saja.

Inilah bukti bahwa janji Allah swt. memilihkan yang terbaik untuk kita adalah janji yang memang pasti. Meskipun permintaan (doa) kita tidak dikabulkan tapi pada akhirnya kita bahagia. Namun, kita sering melupakan hal ini. ketika kita lupa kita sering protes kepada Allah swt. menganggap Allah swt.tidak adil atau menganggap Allah tidak mendengarkan doa-doa kita (naudzubillah).


Mari kita belajar dari diri kita sendiri, kehidupan yang terjadi pada diri kita adalah putaran-putaran dua sisi antara sesuai dengan tidak sesuai tentang harapan kita. Tapi kita harus yakin, bahwa yang terjadi adalah yang terbaik bagi kita dan itu akan membahagiakan kita. [] 

Sampai Mana Bangunan Kita

Banyak kebahagiaan yang bisa kita dapatkan dengan cara yang sederhana. Bangun tidur di pagi hari kemudian mengawali hari dengan rasa syukur kepada Allah swt. adalah salah satu cara sederhana untuk bisa mendapatkan kebahagiaan di sepanjang hari kita. Dengan syukur itu, kita tidak akan merasa ada yang mengganggu ketentraman hati kita.

Nah, meski sederhana, sejatinya mengawali hari dengan rasa syukur itu perlu iman dan kepercayaan yang kuat akan janji Allah swt. seperti yang kita tahu, Allah berfirman bahwa Dia akan menambah nikmat bagi manusia yang mau bersyukur. Janji ini Allah swt. yang buat, dan perlu keyakinan bahwa Allah swt. tidak akan pernah mengingkari janji-Nya.
Hal ini seiring dengan janji Allah swt. yang akan memasukkan orang-orang beriman ke dalam surga. Dan yang diinginkan manusia adalah agar terhindar dari neraka. Janji Allah swt. tentang surge ini membawa konsekuensi bagi manusia dalam bentuk aturan-aturan yang berupa larangan dan perintah. Nah, inilah mengapa selain iman seorang mukmin juga perlu takwa. Ibaratnya bangunan iman adalah pondasi, sedangkan hiasan-hiasan rumah adalah takwa.

Setelah beriman, maka hendaknya kita menghiasi iman kita dengan ketakwaan. Memperintah agama dengan mencintai yang baik meski tidak diwajibkan dan meninggalkan yang buruk meskipun sebenarnya itu tidak dilarang (hal makruh). Ini adalah takwa yang indah yang oenuh dengan ke-hati-hati-an.


Maka, sampai mana kita? sudahkan kita menghias rumah kita dengan takwa? Atau… ternyata kita masih sebatas membangun rumah kosong dengan pondasi saja?[]