Kamis, 31 Oktober 2013

Terimalah Karunia-Nya

Manusia diciptakan Allah swt. dengan potensi yang sempurna dibandingkan dengan makhluk lainnya. Saat hewan dan tumbuhan tidak dikaruniai akal, manusia justru menjadi unggul karena akal ini. Dengan akalnya manusia bisa mengelola bumi ini, mengembangkan ilmu pengetahuan dan menciptakan berbagai sarana untuk mempermudah aktivitas kehidupan.
Konon, manusia hanya mengenal kapal layar sebagai sarana transportasi jika ingin bepergian antar wilayah yang terpisahkan oleh perairan. Dengan tenaga angin kapal itu bisa membawa manusia menuju tempat tujuan. Tapi kini manusia bisa membuat bermacam-macam sarana untuk mobilisasi itu. Diciptakanlah kapal dengan tenaga mesin yang bisa memotorikkan kapal tanpa menunggu angin bekerja. Lebih lebat lagi, muncullah pesawat terbang sehingga manusia bisa terbang melintasi udara seperti burung untuk menuju suatu tempat.

Allah swt. memang menciptakan kehidupan ini dengan fitrahnya yang semuanya serba mungkin. Dengan akal, manusia diminta untuk berpikir dan terus mengembangkan pikirannya untuk perubahan menuju kebaikan dalam kehidupan ini. Dengan akalnya manusia bisa merencanakan kesuksesan-kesuksesan dalam hidupnya. Manusia bisa meraih kesuksesan itu.

Lalu bagaimana dengan manusia yang nasibnya selalu malang? Hidupnya terpuruk dan bergelimang dalam lumpur ketidakberdayaan. Gagal....Selalu begitu tanpa ada perubahan.

Allah swt. selalu bermaksud baik saat menciptakan apapun di dunia ini, termasuk saat menciptakan manusia. Tidak pernah ada manusia yang lahir dan dijatah Allah swt. bernasib buruk karena Allah swt. Maha Baik. nasib manusia yang menentukan adalah kekuatan ikhtiar manusia itu sendiri. Disebutkan bahwa Allah swt. tidak akan mengubah nasib manusia jika manusia itu tidak manu mengubah nasibnya. Sehingga, sebenarnya tidak ada alasan bagi manusia untuk terus bergelimangan dalam keterpurukannya. Sebaliknya, manusia mempunyai alasan kuat untuk bangkit di saat terpuruk, bangun ketika gagal dan terus berusaha mencapai kesuksesan.

Kapal layar bisa tergantikan oleh sarana yang lebih hebat adalah karena manusia mau berpikir dan mengembangkan pikirannya. Coba apa yang terjadi jika manusia malas menggunakan akalnya untuk mengembangkan transportasi kapal layar? Bisa sampai sekarang kita tidak akan kenal pesawat terbang sehingga kemana-mana dengan kapal yang memakan waktu relatif lama.




Jadi, kunci dari sebuah perubahan adalah pada manusia, bukan pada garis nasib. Jika manusia mau menerima dengan baik karunia Allah swt. yang berupa akal, maka manusia akan mampu membangun kehidupannya dengan baik. Namun, jika manusia tidak menerima dengan baik karunia-Nya sehingga bermalas-malasan, mudah menyerah dengan keadaan dan tidak mengoptimalkan akalnya untuk berikhtiar, maka perubahan itu akan sulit terjadi dalam hidup manusia. Sebagai manusia kita hendaknya sadar, bahwa karunia akal itu adalah karunia istimewa yang diberikan kepada manusia, makhluk hidup lainnya tidak mendapatkannya. Jadi, mengapa kita tidak menerima karunia terbaik yang berupa akal ini?[]  

Selasa, 29 Oktober 2013

Allah dalam Matematika

Teringat olehku saat masih duduk di bangku SMA ketika pelajaran matematika. Saat itu aku tengah putus asa akan kemampuanku belajar matematika karena aku merasa pelajaran itu sangatlah sulit. Seperti kebanyakan temanku waktu itu, aku menanggap palajaran matematika bukanlah apa-apa jika dibandingkan dengan pelajaran yang lain. Toh aku tidak menjumpai hakikat ketuhanan di dalam matematika.

Namun paradigmaku itu seketika buyar saat guru matematika menunjukkan pada seluruh siswa di kelas, termasuk aku, tentang rahasia matematika yang ternyata mengajarkan tentang konsepsi ketuhanan.

Seluruh bilangan dalam matematika jika dikalikan dengan nol (0) maka hasilnya adalah nol (0). Ini memberi kita jawaban bahwa seluruh yang ada di dunia ini tidak akan ada jika tidak ada yang menciptakan. Dunia ini mustahil ada dengan sendirinya. Inilah bukti bahwa Allah swt. itu ada dan Dialah yang menciptakan seluruh yang ada di dunia ini.

Dalan bilangan berpangkat. Seluruh bilangan jika dipangkatkan dengan satu (1) maka ia akan sama dengan bilangan itu sendiri. Dua pangkat satu pasti sama dengan dua, begitu pula dengan satu milyar, jika dipangkatkan satu (1) maka hasilnya adalah tetap satu milyar. Jika diterapkan dalam kehidupan ini, kita dapat menemui kenyataan bahwa begitulah kondisi makhluk Allah swt. siapa saja yang dalam dirinya yang menjadi pangkat tertingginya hanyalah satu, Dzat Tunggal, yaitu Allah swt. maka ia akan mendapati dirinya sendiri secara seutuhnya. Ada korelasi lurus antara mengenal jati diri dan mengenal Allah swt.

Masih dalam bilangan berpangkat. Setiap bilangan jika dipangkatkan dengan nol (0) maka ia akan sama dengan satu (1). Seratus trilliun-pun jika dipangkatkan dengan nol (0) maka ia akan sama dengan satu (1). Artinya, siapapun di dunia ini, manakala yang ada di jiwanya di-nol-kan (dikosongkan) dari hal duniawi maka ia akan mendapati satu (1), Dzat yang Maha Esa, yaitu Allah swt. didunia ini.

Saudaraku, ternyata setiap detail di dunia ini sebenarnya mengajari kita tentang Allah swt.. mari kita renungkan![]