Sabtu, 30 April 2016

Manusia dan Pensil

Benarlah, usia manusia itu ibarat pensil, yang terus tergerus karena rautan masa guna menajamkan akal dan hatinya untuk menggoreskan hikmah kehidupan yang ada. Setiap perjalanan peristiwa, meninggalkan hikmah untuk kita semua. Masih segar ingatan kita bagaimana nuansa syahdu ramadhan yang terjadi pada pertengahan bulan Juni hingga Juli kemarin. Di bulan itu, kita sebagai muslim dilatih oleh Allah swt. berlomba dalam kebaikan, dalam beribadah. Sebulan itu kita berlatih untuk menahan diri dari hawa nafsu, berlatih ikhlas dan sabar.

Selesai bulan ramadhan, tidak berapa lama kemudian kita memasuki bulan agustus. Jika bulan ramadhan adalah bulan perayaannya ummat muslim di seluruh dunia, maka bulan agustus bisa dikatakan sebagai bulan perayaannya masyarakat Indonesia karena di bulan Agustus Indonesia merdeka dan setiap tahun masyarakat Indonesia di lapisan mana saja akan merayakannya. Bentuk perayaan yang paling sering dilakukan masyarakat untuk memperingati HUT RI adalah dengan menggelar berbagai macam perlombaan yang diikuti baik oleh anak-anak maupun orang dewasa.

Dari dua moment, bulan ramadhan dan bulan kemerdekaan yang telah kita lalui baru-baru ini, secara tidak sadar memberikan kita hikmah, bahwasanya secara berulang-ulang sebenarnya kita berlatih, kita berlomba. Dari perlombaan religious di bulan ramadhan disambung perlombaan nasionalisme dulan kemerdekaan.

Banyak hikmah yang bisa kita ambil perlombaan yang kita alami, salah satunya adalah managemen diri kita, mengenai stragtegi untuk bertahan menang dalam kebaikan seperti menahan hawa nafsu, menahan amarah saat puasa, yang pada intinya adalah kemenangan yang ingin diraih. Selain itu kita juga bisa melajar sportifitas. Bahwasanya dalam perlombaan melakukan kebaikan itu bukan saling menjatuhkan tapi bagaimana bisa bersama-sama mencapai kebenaran yang menjadi tujuan.


Satu hal lagi yaitu Allah memberikan pelajaran dalam perlombaan berupa keikhlasan yang membuat kita bahagia dalam berjuang. Bisa melaksanakan puasa, berlapar lapar tapi hati kita bahagia, kita mengikuti perlombaan tarik tambang, balap karung dan sebagainya juga dengan bahagia meski sebenarnya menguras energy kemanusiaan kita. inilah yang hendaknya menjadi oase dalam hidup kita. di zaman yang serba sulit seperti sekarang semoga kita bisa mengambil hikmah dari setia[ peristiwa, berjuang dengan gembira, penuh khusyuk dalm menjalani hari-hari kita seperti saat kita menjalani bulan ramadhan dan perayaan kemerdekaan.[]

Kamis, 28 April 2016

Surat Cinta dari-Nya


Cinta. Dari zaman dahulu hingga sekarang kata cinta sering muncul dan dibahas oleh semua orang. Bahkan dalam perjalanannya, kata cinta menjadi bermakna negatif bagi sebagin orang karena memang akhir-akhir ini banyak sekali kejadian negatif yang mengatasnamakan cinta. Benarkah semua itu?

Dalam islam, cintapun terbahas. Rumus mutlak untuk cinta dalam Islam adalah menempatkan cinta kepada Allah sebagai cinta yang tertinggi dan hakiki. Tak ada cinta yang paling sejati yang harus diupayakan oleh ummat islam melainkan cinta kepada Allah swt. karena dari cinta kepada Allah swt inilah yang kemudian turun dan menyebar untuk tumbuhnya cinta-cinta yang lain dengan ungkapan cinta yang benar.

Saat kita mencintai Allah maka kita akan mencintai Rasulullah saw. karena cinta kepada Rasul adalah bukti kita mencintai Allah swt. Selain itu, Allah swt adalah adalah Dzat yang mencintai manusia. Allah swt. menurunkan surat cinta melalui Rasulullah Muhammad saw. berupa AL-Quranul kariim. Iya, Al-Quran adalah surat cinta tulisan Allah swt.

Dalam surat cinta itu Allah berkisah tentang nabi, dan rosul-Nya, serta beberapa peristiwa yang itu penuh hikmah dan pengajaran untuk hamba-Nya. Dalam Al-Quran Allah memberitahukan kepada manusia tentang  mana yang haq dan mana yang batil. Petunjuk mengarungi hidup, baik dalam aspek ekonomi, pemerintahan, sosial, semua termaktub di dalamnya.

(Alquran) ini adalah penerangan bagi seluruh manusia, dan petunjuk serta pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa. (QS.Ali Imron:138)

Termuatlah bagaimana hendaknya kita berinteraksi dengan manusia lain, orang tua, yatim, orang non-muslim. Terbahas semua tentang mana yang halal dan mana yang haram, apa itu amalan menuju surga dan menuju neraka. Semua lengkap di dalamnya. Asli 100% dari Allah swt.

Telah sempurnalah Kalimat Tuhnmu (Alquran, sebagai kalimat yang benar dan adil, Tidak ada yang dapat merobah-robah kalimat-kalimat-Nya dan Dia-lah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS. Al-An’am:115)

Membaca, mendengar, mentadaburi, mengamalkan adalah ibadah yang oleh Allah disediakan pahala baginya. Dan saat kita memang mencintai Allah swt, maka membaca, mendengar, meresapi, dan melakukan isi sebuah surat cinta dari Yang Tercinta adalah sesuatu yang luar biasa. Untuk itu, sudahkah kita merasakan cinta yang luar biasa kepada Allah swt. saat kita berinteraksi dengan Al-Quran?

Al-Quran adalah petunjuk, pembeda, bahkan obat bagi manusia. Dewasa ini banyak sekali pembuktian-pembuktian akan kebenaran Al-Quran secara ilmiah dalam bidang ilmu apapun. Tentulah semua itu benar, karena penulisnya adalah Dzat Yang Maha Benar. Hanya orang-orang yang merugilah mereka yang tidak mengimani Al-Quran, karena disana semua cinta Allah swt untuk kita tertulis.

Katakanlah: "Ruhul Qudus (Jibril) menurunkan Alquran itu dari Tuhanmu dengan benar, untuk meneguhkan (hati) orang-orang yang telah beriman, dan menjadi petunjuk serta kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)". (QS. An-Nahl:101)

Untuk itu saudaraku, marilah kita berupaya untuk mencintai Allah swt dengan mencintai Al-Quran. Cinta itu terwujud dalam usaha kita untuk senantiasa membaca, mendengarkan, mentadaburi, dan mengamalkan isi surat cinta Allah swt, yakni Al-Quran.[Syilvi]


Rabu, 27 April 2016

Bilamana Kita Harus Berbagi?



Sabda Rasulullah saw.:
Dari Abu Musa Al-Asyary ra. dari Nabi Muhammad saw. bersabda, "Tiap-tiap Muslim haruslah bersedekah"; Sahabat bertanya; "Bagaimana kalau dia tidak mampu Ya Rasulullah?"; Nabi menjawab, "Dia harus berusaha dengan kedua tangan (tenaga)nya hingga berhasil untuk dirinya dan untuk bersedekah"; Sahabat bertanya, "bagaimana kalau dia tidak mampu?"; Nabi menjawab; " menolong orang yang mempunyai kebutuhan dan keluhan"; Sahabat bertanya, "bagaimana kalau dia tidak mampu?"; Nabi menjawab, "Dia melakukan sesuatu perbuatan baik atau menahan dirinya dari perbuatan munkar (kejahatan) itupun merupakan shodaqoh baginya".

Allah swt. berfirman:
........ dan tetaplah kamu ber-INFAQ untuk agama Allah, dan janganlah kamu menjerumuskan diri dengan tanganmu sendiri kelembah kecelakaan (karena menghentikan INFAQ itu)." (Q-S. Al Baqarah ayat 195)

Dari firman Allah swt. dan sabda Rosul saw., maka telah sangat terang bahwa berbagi dalam bentuk infaq dan sedekah adalah amalan yang implementasinya harus tumbuh subur dalam kehidupan kita. Dengan upaya yang maksimal seperti yang termaktub dalam hadist diatas, saat tidak mampu bersedekah dengan harta, maka ada alternatif-alternatif keringanan, yang pada intinya adalah setiap muslim bersedekah, dalam keadaan sempit maupun lapang. Dan Allah swt.telah memperingatkan agar kita tidak menjerumuskan diri sendiri karena kita tidak berinfaq.

Sebuah potret hidup seorang sahabat yang implementasi berbaginya (infaq dan sedekah) tumbuh mendarah daging, beliau adalah Ikrimah, sosok yang jiwa dermanya luar biasa meski dalam keadaan sempit sekalipun.
Terkisah, setelah masuk Islam, Ikrimah bersumpah, “Demi Dzat yang telah menyelamatkanku di saat perang Badar.” Ia bersyukur kepada Tuhannya karena ia tidak mati terbunuh dalam perang Badar. Ia masih tetap hidup sampai akhirnya Allah pun memuliakannya dengan Islam. Ia selalu membawa Mushaf sambil menangis, “Kitab Tuhanku, kitab Tuhanku.”

Pada saat perang Yarmuk meletus dengan hebatnya dan pasukan Romawi hampir mengalahkan pasukan Islam, maka singa yang buas, Ikrimah, pun bangkit dan berkata, “Minggirlah wahai Khalid bin Walid, biarkan aku menebus apa yang telah aku dan ayahku lakukan. Dulu aku memusuhi Rasulullah saw. Apakah sekarang aku akan lari dari pasukan Romawi? Demi Allah tidak, selamanya tidak akan terjadi!”

Ikrimah berteriak, “Siapakah yang akan membaiatku untuk mati?” Pamannya, Harits bin Hisyam, dan juga Dhirar bin Al-Azwar berdiri untuk membaiatnya. Ikut bersama mereka empat ratus pasukan muslim. Mereka memasuki arena peperangan hingga mereka dapat mengalahkan pasukan Romawi, dan Allah pun memberikan kemenangan dan kemuliaan bagi pasukan-Nya.


Perang pun selesai. Ikrimah tegeletak terkena tujuh puluh tikaman di dadanya. Sedang di sampingnya adalah Al-Harits bin Hisyam dan Ayyasy bin Abi Rabi’ah. Al-Harits memanggil-manggil meminta air. Namun ia melihat Ikrimah sangat kehausan, maka ia berkata, “Berikanlah air itu pada Ikrimah.” Ikrimah melihat Ayyasy bin Abi Rabi’ah juga sangat kehausan. Ia berkata, “Berikanlah air itu pada Ayyasy.” Ketika air hampir diberikan, Ayyasy sudah tidak bernyawa. Para pemberi air dengan cepat menuju Ikrimah dan Al-Harits, namun keduanya pun sudah tiada. Subhaanallaah!!!



Saudara, marilah kita suburkan berbagi dengan sesama dalam diri dan hidup kita. Sempit dan lapang hanyalah kondisi, bukan alasan berbagi atau tidak. Setiap detakan waktu adalah kesempatan kita untuk beramal, dan berbagi tidak ada batasan waktu. Oleh karena itu semoga kita semua senantiasa saling berbagi dengan kemampuan masing-masing. []

Selasa, 26 April 2016

Berbagi adalah Keseimbangan


..... Kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan Yang Maha pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang, adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang? (QS. Al-Mulk:3)
Allah menciptakan segalanya adalah dengan prinsip seimbang. Dalam penciptaan langit, Allah menciptakan pula bumi, dalam penciptaan malam, siangpun ada. juga laki-laki dan perempuan, baik dan buruk, besar dan kecil, miskin dan kaya, hingga surga dan neraka. Subhanallah! Semuanya seimbang.
Berbicara tentang keseimbangan miskin dan kaya, dua keadaan ini adalah sebuah sunatullah dalam hidup manusia. Kondisi ini akan tetap ada dalam kehidupan dan semua punya peluang sama untuk mencapai salah satunya. Hanya saja setiap manusia berbeda dalam menyikapi kondisi ini.
Bukan karena bekerja manusia kaya dan karena tidak bekerja manusia miskin, karena bekerja bukanlah sebab datangnya rezeki bagi manusia. Rezeki adalah pemberian Allah swt. pemberian yang mana ada pertanggungjawaban bagi manusia. Nah, pertanggungjawaban inilah yang kemudian membuat kondisi miskin dan kaya seimbang.
Allah SWT berfirman, Katakanlah: "Sesungguhnya Tuhanku melapangkan rezki bagi siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya dan menyempitkan bagi (siapa yang dikehendaki-Nya)". dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, Maka Allah akan menggantinya dan Dia-lah pemberi rezki yang sebaik-baiknya. (QS. Saba’ : 39)
Zakat dalam aturan Allah swt. adalah ibadah wajib bagi ummat muslim. Dan ibadah ini adalah bentuk menyeimbangkan antara miskin dan kaya.
Dalam QS At-taubah ayat 103, Allah berfirman:
"Ambilah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka."

Rasulullah saw. juga bersabda, "Islam dibangun atas lima rukun : syahadat “la ilaha illaLah muhammadar rosululLoh”, menegakkan sholat, membayar zakat, menunaikan ibadah haji dan shoum di bulan ramadhan."

Menurut bahasa, zakat adalah tumbuh (numuww),Suci (thaharah) dan bersih Berkembang dan bertambah (ziyadah) , sedangkan menurut Istilah Fiqh artinya menyerahkan sejumlah harta tertentu yang diwajibkan Allah kepada orang-orang yang berhak menerimanya
Dari sini, maka tujuan zakat ada 2, yakni:
Yang pertama, membersihkan : Membersihkan jiwa orang yang memiliki kelebihan harta dari kekikiran, membersihkan hati fakir miskin dari sifat iri dan dengki, membersihkan masyarakat dari benih perpecahan, dan membersihkan harta dari hak orang lain
Tujuan zakat yang kedua adalah mengembangkan: Mengembangkan kepribadian orang yang memiliki kelebihan harta dari eksistensi moralnya, Mengembangkan kepribadian fakir miskin, mengembangkan dan melipatgandakan nilai harta, sebagai Sarana jaminan sosial dalam islam dan sebagai sarana mengurangi terjadinya kesenjangan sosial
Selain zakat, ada ibadah sunnah yang berkaitan dengan harta, yakni infaq dan sedekah. Sebagai ibadah sunnah, infaq punya tujuan, yaitu mengharap ridho Allah dan melatih diri untuk berbagi dengan yang memerlukan. Dan manfaat sedekah adalah untuk dapat mencegah datangnya bala. Untuk dapat memelihara harta dari hal-hal yang tidak diinginkan dan untuk mengharap keberkahan harta yang dimiliki.
Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan salat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa. (QS. Al-Baqarah:177)

Selain itu, ada juga firman Allah swt yang artinya:

Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan, dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros.(QS.Al-Isra’:26)

Juga telah disampaikan bahwa bekerja merupakan bentuk ikhtiarnya manusia memperoleh rezeki, namun, bekerja bukanlah sebab dari datangnya rezeki karena rezeki itu adalah pemberian Allah swt. Manusia mendapatkan rezekinya adalah karena Allah swt yang memberi, bukan karena ia bekerja.

Oleh sebab itu, maka dalam penerimaan rezeki dari Allah swt. disitu juga ada hak yang bukan hak kita. Dalam QS.Al-Isra’:26 yang senada dengan QS.Ar-Rum:38, telah Allah swt. sampaikan bahwa dalam harta (rezeki) yang kita terima ada hak orang lain.


Oleh karenanya, rezeki yang Allah berikan kepada manusia bukanlah bulat-bulat milik kita pribadi, ada hak orang lain disana, orng yang memerlukan. Dan saat kita menyerahkan hak mereka atas rezeki kita maka Allah swt. menjanjikan pahala dan nikmat yang berlipat pula. Wallahu’alam bish shawwab![red-].

Senin, 07 Maret 2016

Semua adalah Ibadah

Suatu hari saat sedang berkumpul dengan sahabat-sahabatku, kami dengan enjoy sedang membicarakan tentang pendidikan untuk anak kami masing-masing. Seorang teman membuka percakapan ini dengan keluhan hatinya yang galau memilih sekolah untuk anak pertamanya. Satu sekolah sudah cocok, ternyata ada info bla-bla-bla sehingga goyah kembali.

Pembicaraan dengan teman ini ternyata cukup berat dan memakan waktu yang lama. Ada yang bercerita pengalamannya, ada yang menyampaikan info yang dia punya, macam-macam. Bahkan ada yang hanya manggut-manggut saja lantaran belum sampai masanya mengalami kegalauan untuk pendidikan anaknya.

Pembaca yang budiman,

Dari pembicaraan yang lumayan panjang itu, bisa kita pahami ternyata semua keputusan itu mengandung resiko. Saran yang direkomendasikan, sebaik apapun pasti ada resikonya saat kita jalani. Memutuskan anak kita untuk sekolah di sekolah full day misalnya, kita akan menemukan resiko seperti waktu dirumah bagi anak akan terbatas sehingga anak tidak seberapa baik jiwa sosialnya dengan orang-orang di rumah dan sekitarnya, atau anak akan terus mengeluh capek Karena jam belajarnya lama, dan sebagainya.

Saat memutuskan untuk anak sekolah di sekolah yang normal, pulang siang. Sebagai orangtua kadang ada yang merasa tidak maksimal pembelajarannya, ekstra-nya kurang, anak akan terytinggal dengan anak-anak fullday, dll. Belum kalau kita membandinagkan satu sekolah dengan sekolah yang lain tentang kualitasnya, sarana prasarana, jurusannya (bagi yang kejuruan), dan masih banyak lagi yang tentu saja semua itu mengandung resiko.

Para orangtua yang bijak,

Sebenarnya tugas kita sebagai orangtua yang utama bukanlah memusingkan diri untuk mencari sekolah yang pas untuk anak kita. Memang itu hal penting, tapi ada yanglebih utama, yaitu mendidik anak kita untuk hakikat mencari ilmu. Sebagai orangtua kita punya kewajiban untuk menanamkan kepada anak kita bahwa sebagai manusia dia mempunyai tugas khusus, yaitu beribadah kepada Allah dan menjadi khalifah di bumi ini. Kondisi ini yang harus kita pantau terus menerus dalam diri anak kita. Supaya mereka menjadi manusia yang selalu tunduk kepada Allah swt. dan ia akan menjadi pemimpin (pemelihara) bumi ini.

Dengan demikian, ia akan merajut ilmunya dengan aqidah yang benar karena ia sudah tahu misi besarnya sebagai manusia dalam hidupnya. Sehingga dimanapun ia menuntut ilmu, dan suatu saat ia sukses, maka ia akan sukses dalam bingkai syar’i. ilmunya akan manfaat, ia mau tekun di bidang apa, ia kursus apapun, ia jadi apapun tidak masalah, karena ia akan menjadi manusia yang bisa mengemban tugas khususnya.

Sebagai orangtua kita juga tidak akan merasa kecewa dengan anak yang diimpikan menjadi dokter ternyata ia menjadi akuntan handal, anak yang diharapkan menjadi polisi ternyata ia jadi pengusaha, dst. Kekecewaan itu tidak akan terjadi, karena yang menjadi visi besar orangtua adalah bagaimana anak ini sukses dalam bingkai syar’i. Dan ini adalah masa yang akan ia jalani dengan cukup panjang, begitu juga bagi orangtua.[]


Sabtu, 05 Maret 2016

Oase

Suatu hari saat para manejer perusahaan elit sedang berkumpul, salah seorang diantara mereka ada yang menyampaikan tentang kehidupannya, “Dulu saya dan keluarga hidup sederhana. Kami berangan-angan untuk bisa hidup lebih. Akhirnya sekarang angan-angan itu jaid kenyataan… Jika dulu kami tinggal di rumah kontrakan, sekarang kami bisa memiliki 2 rumah, anak-anak bisa aku sekolahkan di sekolah yang elit, mobil nyaman, dan semua kebutuhan bisa kami penuhi….”

Tidak berhenti sampai disitu, Sang manejer melanjutkan kisahnya, “tapi kadang saya masih merasa sumpek. Ada kegundahan yang saya rasakan.”

“Kenapa?” Tanya rekannya yang lain.

“Aku tidak tahu….”

Ya, sangat sering kisah seperti diatas terjadi. Kapanpun, dan pada siapapun. Setiap manusia pasti akan berusaha untuk memenuhi setiap keinginannya, memenuhi setiap kebutuhannya. Ini dikarenakan semata-mata untuk mencapai kepuasan yang berujung rasa bahagia. Rasa bahagia ini tidak serta merta konstan, ada satu titik dimana saat semua telah terpenuhi, perasaan tidak bahagia justru muncul. Dan ini bisa terjadi pada semua manusia.

Seperti manejer yang telah mengungkapkan kisah hidupnya diatas, semua kebutuhannya sudah dipenuhi tapi masih juga muncul negasi kebahagiaan tanpa ia tahu apa sebabnya.

Allah swt. berfirman: Allah telah menurunkan perkataan yang baik (yaitu) Al-Qur’an serupa (mutu ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang, gemetar karenanya kulit orang-orang yang takut kepada Tuhannya, kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka diwaktu mengingat Allah….(QS. Az-Zumar: 23)

Al-Qur’an,.Bisa jadi manejer yang menceritakan kegundahan tanpa diketahui sebabnya itu jawabannya adalah AL-Qur’an. Membaca dan mengajarkan Al-Qur’an itu bisa menenangkan hati. Dengan berdekatan dengan Al-Qur’an itu artinya kita belajar banyak tentang islam, kita dekat dengan Allah swt. dengan demikian, hati kita akan menjadi tenang dan tentram.[]


Jumat, 04 Maret 2016

Profesional Menjalani Hidup

Seorang anak laki-laki yang baru lulus SMK melamar kerja di sebuah perusahaan asing. Setelah melewati serangkaian tes, akhirnya ia lolos dan tinggal satu tes terakhir yaitu tes wawancara. Tiga hari sebelum tiba saatnya tes wawancara dia mempersiapkan diri dengan embaca berbagai pengetahuan tentang wawancara kerja,baik dari internet, buku, atau bertanya ke orang-orang yangpernah mengalami tes serupa.

Saat tiba saatnya dia harus berhadapan dengan tim yang mewawancarainya, dia yakin dia bisa. Dari hasil belajar kesana kemari kemarin, informasinya dia akan ditanyai macam-macam dan pertanyaannya menjebak. Oleh karena itu, dia sudah mempersiapkan alternatif-alternatif jawaban untuk segala macam pertanyaan yang mungkin akan dia hadapi. Di luar dugaan, dalam tes wawancara itu dia hanya mendapatkan satu pertanyaan saja, “Menurut Anda, PROFESIONAL itu seperti apa?

Wah, sontak saja lelaki itu berpikir keras. Seingat dia, dia lupa belajar apa yang akan dia jawab jika pertanyaan itu muncul. Dari berbagai istilah dan pertanyaan yang dia pelajari, sepertinya dia terlewat mempelajari tentang arti kata professional menurut dirinya. Yang dia ingat adalah professional yang telah didefinisikan oleh berbagai tokoh pengusaha besar atau ilmuwan dibidangnya.

Namun, anak laki-laki itu tidak lama-lama bertahan pada kebingungannya. Dia tahu kalau dia harus menjawab pertanyaan itu, setidaknya untuk menyelesaikan tes wawancaranya. Urusan dia terseleksi lolos dan diterima kerja atau dia tidak diterima kerja itu urusan nanti. Dia berpikir yang penting dia tidak meninggalkan ruang tes dengan rasa malu karena ketidakmampuannya mendefinisikan profesional menurut versinya.

Dengan mantap kemudian anak laki-laki itu menjawab, “Menurut saya, profesional adalah saat saya bangun tidur dan membersihkan kamar tidur saya, kemudian segera bersiap-siap ke sekolah sehingga saya datang ke sekolah tepat waktu tanpa ada tugas sekolah yang tertinggal atau belum saya kerjakan.”

Ya, begitulah. Akhirnya dia bisa keluar dari ruang tes dengan menjabat tangan para petinggi perusahaan itu. dan saat ia berjabat tangan dengan salah seorang dari mereka, anak laki-laki itu mendapat ucapan selamat.

“Selamat, Anda bisa bekerja disini mulai hari Senin pekan depan! Silahkan mengurus administrasi diruang sebelah….”
Anak laki-laki itu kaget bercampur bahagia. bagaimana tidak, awalnya dia kesulitan menghadapi tes wawancaranya, ternyata dia bisa lolos hanya dengan wajaban itu.

Selang dia bekerja di perusahaan itu akhirnya dia tahu orang yang menjabat tangan dan mengucapkan selamat itu adalah direktur perusahaan. Dalam satu kesempatan direktur menjelaskan mengapa dia meloloskannya bekerja di perusahaan itu.

“Begitulah seharusnya kita hidup, Saat masalah datang, kita tidak perlu berpikir sebesar apa masalah itu, tapi bagaimana kita menyelesaikannya. Jawaban teoritis belum tentu menyelesaikan masalah, tapi jawaban realistis sudah pasti bisa menyelesaikan masalah. Karena masalah bukanlah teori belaka, tapi dia adalah realitas kehidupan ini.”


“Dengan begitu, kita bisa profesional menjalani hidup ini….”[]

Kamis, 03 Maret 2016

Peristiwa Kecil yang Membuat Bahagia

Siang itu aku putuskan untuk berhenti sejenak dari aktivitas rutin yang sudah mulai membuatku jenuh. Ya, aku berada di titik jenuh yang sudah tidak bisa ditolerir lagi. Aku memilih berjalan-jalan ke alun-alun kota sambil menunggu waktu sholat ashar. Aku rencanakan untuk sholat di masjid jami’ alun-alun dengan harapan aku bisa lebih kusyuk dan berdoa agar Allah swt. memberiku petunjuk untukku melangkah dalam hidup ini.

Saat itu alun-alun belum terlalu ramai hingga aku melangkah ke masjid saat adzan ashar berkumandang. Aku ambil air wudhu, air yang segar itu membasahi wajahku. Ada yang menyegarkan dan pikiranku lebih tenang. Kujalani sholat ashar dan setelahnya aku berdoa seperti yang aku rancang sebelumnya: Mengharap Allah stw. Memberiku petunjuk.

Usai sholat ashar aku memilih sudut teras masjid yang memberiku kesempatan memandang alun-alun kota. Suasana sudah mulai ramai mejelang sore. Berbagai keramaian, dari hilir mudik pasangan muda-mudi, pasangan paruh baya yang masih terlihat kemesraannya, hingga lansia yang masih saling setia menggandeng tangan satu sama lain saling menjaga. Ada juga beberapa rombongan keluarga, komplit : orangtua dan anak-anak mereka. Dalam hati aku berpikir: Bisakah aku bahagai seperti mereka? Terdengar melankolis memang, tapi kenyataannya saat itu kebahagiaannku seperti jauh hilang entah kemana.

Di keramaian yang nampak, tiba-tiba aku terfokus pada pemandangan pasangan suami istri yang merumput bersama anak balitanya. Keluarga kecil itu tampak ceria. Si kecil yang sedang belajar berjalan secara bergantian ia melangkah menuju ayahnya, kemudian ganti menuju ibunya dengan riang gembira. Sesekali kakinya yang belum kuat benar berjalan itu tertekuk membuatnya jatuh, tapi apa yang terjadi? Anak itu malah tertawa dan segera berusaha bangkit dan melangkah lagi menuju ayah dan ibunya yang merentangkan tangan untuk menyambut anaknya. Orangtua sang anak juga tampak tertawa penuh bahagia menyaksikan anaknya yang beberapa kali jatuh dan bangun lagi dengan terus memberi dukungan agar sang anak tidak putus asa latihan berjalan.melihat itu aku menjadi ikut gembira.

Seketika itu aku berpikir, Apakah saat aku kecil juga seperti anak itu? Latihan berjalan dengan semangat meski beberapa kali jatuh dan orangtuaku selalu mendukungku agar aku tidak putus asa berlatih? Berarti saat kecil aku sudah menjadi orang yang hebat, bergembira dengan terus belajar tanpa berputus asa. Memberi kebahagiaan bagi semua orang di sekitarku. Orangtuaku tentu mengajari aku agar menjadi orang yang kuat. Lalu, mengapa beberapa hari ini aku hampir menyerah dan putus asa?

Lelah dan jenuh bekerja, mengurus anak, berhubungan dengan orang lain adalah aktivitas yang memang wajar terjadi dalam kehidupan. Harusnya aku tidak putus asa meski kelelahan menghampiri dengan sangat. Harusnya aku bersyukur dipercaya dengan berbagai amanah untuk kujalankan.


Alhamdulillah, peristiwa kecil sore itu adalah kehendak Allah yang memberiku petunjuk untuk bahagia menjalani hidup.kejenuhanku hilang dan rasa bahagia itu kembali kurasakan. Memang benar, Allah bisa jadi memberikan kebahagiaan dari peristiwa di depan kita, sekalipun itu peristiwa kecil, seperti yang kualami ini.[]

Rabu, 02 Maret 2016

Hiduplah Tanpa Rasa Kecewa

Kecewa memang salah satu isi kehidupan. Tapi jika meladeni kecewa selalu mampir di kehidupan kita maka kita akan terus tersiksa dan tidak bahagia. Oleh sebab itu, jangan terlalu sering kecewa dengan apa yang kita peroleh.

Pada waktu kita mendapatkan nikmat dari Allah, ternyata kita masih sering merasa kurang. Dalam bekerja kita merasa pekerjaan kita melelahkan, gaji sedikit, jabatan tidak naik-naik. Di rumah juga demikian, kita merasa sering tidak cocok dengan pasangan kita, merasa anak-anak kita kurang pandai, kurang berbakti, dan sebagainya.Nah, semua rangkaian keluhan itulah yang membuat kita tidak bersyukur yang akhirnya kita merasa kecewa.

Jangan merasa kecewa dengan apa yang kita peroleh. Coba kita berpikir ulang! Apa yang kita pikirkan pada saat mencari pekerjaan? Pasti yang terpikir adalah yang penting dapat pekerjaan…. Kita tidak berpikir apakah pekerjaan itu akan membuat kita lelah, kapan gaji naik, kapan jabatan lebih tinggi. Dapat pekerjaan saja kita sudah puas dan bersyukur. Iya kan? Saat itu kita bisa bersyukur karena masih banyak yang belum mendapat pekerjaan atau bahkan yang tidak mampu bekerja.

Kemudian saat kita mencari jodoh juga demikian. Cukup kita dapat dan sampai di pelaminan kita sudah sangat bersyukur. Kita tidak pernah berpikir apakah nanti kita akan ada pertengkaran, ketidakcocokan, dan sebagainya. Saat itu kita bersyukur karena masih banyak yang menunggu jodoh atau bahkan ditinggal pasangannya.

Juga saat kita berada di detik-detik menunggu anak kita lahir. Anak kita lahir dengan selamat saja kita sudah sangat bersyukur dan bahagia. Kita tidak pernah berpikir ranking berapa dia saat sekolah nantinya, sepintar apa anak kita, sebaik apa anak kita, dan sebagainya. Saat itu kita bersyukur karena masih banyak yang menunggu momongan atau bahkan kehilangan buah hati.


Hiduplah tanpa rasa kecewa! Jangan merasa kecewa dengan apa yang kita peroleh. Itulah mengapa dalam doa sehari-hari, kita tidak hanya sibuk meminta kepada Allah swt. tetapi kita juga perlu mengungkapkan rasa syukur kita kepada Allah swt. dalam hidup kita tidak hanya melihat kekurangan tapi kita juga realistis dengan kelebihan-kelebihan disekeliling kita.[]

Selasa, 01 Maret 2016

Belajar dari Pipa

Musim hujan seperti sekarang ini biasanya memberi pemandangan pada kita banyak saluran-saluran air yang meluber. Diperiksa pipanya, ternyata pipa atas tidak ada sumbatan apapun, pun dengan pipa bagian bawah tidak ada sumbatan. Tidak ada sumbatan apapun di pipa tapi mengapa air itu meluber? Ternyata, air bisa meluber dikarenakan hujan, sedangkan pipa tidak muat.

Nah, begitupun dalam kehidupan sehari-hari. Acapkali kila mencari-cari masalah, mencari-cari penyebab, mencari-cari hambatan yang sebenarnya tidak ada sama sekali hambatan atau masalah. Saat resah kita menyalahkan keadaan, sibuk menyalahkan orang lain saat tertimpa kesulitan, menyalahkan alat saat kerja kita bermasalah, dan sejenisnya. Padahal sebenarnya semua yang kita tuduh sebagai hambatan-hambatan itu semuanya baik-baik saja. Kembali kepada diri kita. Hanya lantaran kita yang kurang belajar, sehingga kapasitas kita kurang untuk menampung semua hal itu sehingga yang terjadi adalah melubernya masalah demi masalah yang ada. Kapasitas kita belum mampu untuk menampung semua itu


Ya, hanya karena kapasitas kita yang tidka mampu menampung persoalan yang tengah melanda. Bisa kita bayangkan jika pipa kita luas dan besar kapasitasnya. Tentu saja, apapun yang datang bisa tertampung dengan baik tanpa ada masalah yang berarti.[]

Kebahagiaan

Setiap manusia memiliki harapan yang dicita-citakan dalam kehidupannya. Setiap harapan yang dicita-citakan itu selalu diharapkan bisa terwujud. Namun pada kenyataannya, harapan-harapan kita yang jumlahnya sekian banyak itu yang terwujud hanyalah beberapa persen saja. Sebagai contoh seseorang yang saat kecil bercita-cita menjadi dokter, ternyata pada kenyataannya sekarang dia menjadi seorang guru. Dan nyatanya orang tersebut menjalani hidupnya menjadi guru itu dengan berbahagia.

Ternyata begitulah kehidupan ini berjalan. Kita harus belajar dari kehidupan yang kita alami. Semua yang diinginkan manusia itu tidak barang tentu akan dikabulkan oleh Allah swt. Saat harapan atau keinginan kita tidak sesuai dengan kenyataan, dan kita melewati semua itu, ternyata semuanya baik-baik saja.

Inilah bukti bahwa janji Allah swt. memilihkan yang terbaik untuk kita adalah janji yang memang pasti. Meskipun permintaan (doa) kita tidak dikabulkan tapi pada akhirnya kita bahagia. Namun, kita sering melupakan hal ini. ketika kita lupa kita sering protes kepada Allah swt. menganggap Allah swt.tidak adil atau menganggap Allah tidak mendengarkan doa-doa kita (naudzubillah).


Mari kita belajar dari diri kita sendiri, kehidupan yang terjadi pada diri kita adalah putaran-putaran dua sisi antara sesuai dengan tidak sesuai tentang harapan kita. Tapi kita harus yakin, bahwa yang terjadi adalah yang terbaik bagi kita dan itu akan membahagiakan kita. [] 

Sampai Mana Bangunan Kita

Banyak kebahagiaan yang bisa kita dapatkan dengan cara yang sederhana. Bangun tidur di pagi hari kemudian mengawali hari dengan rasa syukur kepada Allah swt. adalah salah satu cara sederhana untuk bisa mendapatkan kebahagiaan di sepanjang hari kita. Dengan syukur itu, kita tidak akan merasa ada yang mengganggu ketentraman hati kita.

Nah, meski sederhana, sejatinya mengawali hari dengan rasa syukur itu perlu iman dan kepercayaan yang kuat akan janji Allah swt. seperti yang kita tahu, Allah berfirman bahwa Dia akan menambah nikmat bagi manusia yang mau bersyukur. Janji ini Allah swt. yang buat, dan perlu keyakinan bahwa Allah swt. tidak akan pernah mengingkari janji-Nya.
Hal ini seiring dengan janji Allah swt. yang akan memasukkan orang-orang beriman ke dalam surga. Dan yang diinginkan manusia adalah agar terhindar dari neraka. Janji Allah swt. tentang surge ini membawa konsekuensi bagi manusia dalam bentuk aturan-aturan yang berupa larangan dan perintah. Nah, inilah mengapa selain iman seorang mukmin juga perlu takwa. Ibaratnya bangunan iman adalah pondasi, sedangkan hiasan-hiasan rumah adalah takwa.

Setelah beriman, maka hendaknya kita menghiasi iman kita dengan ketakwaan. Memperintah agama dengan mencintai yang baik meski tidak diwajibkan dan meninggalkan yang buruk meskipun sebenarnya itu tidak dilarang (hal makruh). Ini adalah takwa yang indah yang oenuh dengan ke-hati-hati-an.


Maka, sampai mana kita? sudahkan kita menghias rumah kita dengan takwa? Atau… ternyata kita masih sebatas membangun rumah kosong dengan pondasi saja?[]