Minggu, 24 Maret 2013

Tak Ada Pemakluman Untuk Kesempurnaan


“Tak apalah terlambat barang lima menit saja,” Kata seorang manager perusahaan saat berangkat meeting dengan terburu-buru.

“Dalam satu tahun, bolos kerja satu hari tak akan apa-apa,” Ujar seorang guru SD saat ditanya tetangga alasannya tidak mengajar hari ini.

“Kurang sedikit barang yang harus kita beli untuk acara besok pagi, besok saja kita beli. Kalau tidak keburu ya tidak usah pakai barang itu tidak apa-apa.” Ucap Event Organizer dalam rapat finishingnya.
Dst...... 
                                                   
Saudara, seringkah kita menjumpai pemakluman-pemakluman demikian dalam kehidupan kita? tentu jawabannya: Iya. Kita sering bahkan hampir selalu menganggap wajar saat kita janji bertemu di lima belas atau tiga puluh menit setelah waktu yang kita janjikan. “Budaya Indonesia, jam karet!!!”begitu yang sering kita dengar. Tapi kita tak pernah merasa malu dengan semua itu, buktinya budaya ini semakin mengakar.

Sadarkah kita, ternyata sikap pemakluman tidaklah berlaku pada penciptaan yang dilakukan Allah swt. sebagai contoh saat Allah menciptakan dan menggerakkan galaksi ini. Allah menciptakannya dengan sempurna, dan menggerakkannya dengan tanpa pemakluman. Tidak Dia tambahi dan tidak pula Dia kurangi.

Bagaimana jadinya jika Bumi ini penciptaannya dikurangi Allah swt dengan diambilnya lapisan atmosfernya? Bagaimana jika dalam dalam hidup ini lima menit saja bumi dihentikan rotasinya? Bagaimana jika lintasan planet diambil satu saja untuk beberapa detik? Kehancuran..... itulah yang akan terjadi. Galaksi ini akan berantakan dan efeknya adalah pada keselamatan manusia.

Contoh lain, misalkan dalam menciptakan manusia, bagaimana jika Allah meninggalkan telinga yang jumlahnya lebih dari dua? Mengurangi mata manusia menjadi satu saja? Atau Allah tidak menciptakan bulu mata untuk mata kita? Sukakah kita jika demikian? Lantas, apa yang terjadi jika dalam tiga detik saja paru-paru berhenti bekerja, dan lima detik saja jantung istirahat, tidak memompa darah?

Allah swt. adalah Dzat yang Maha Kuat dan Pemberi Kekuatan, sedangkan manusia adalah makhluk lemah yang perlu dikuatkan. Ini terbukti dari perbedaan cara kerja Allah swt. dengan makhluknya yang bernama manusia. Oleh karenanya, Allah swt. mengajarkan kepada kita untuk bersungguh-sungguh dalam melakukan aktivitas. Membuat pekerjaan kita terlaksana dengan sebaik mungkin, bukan melakukannya sekedarnya saja. Sebuah maksimalitas dalam berbuat baik, bukan memaklumi tanpa ada rasa malu dan tanpa mengambil usaha perubahan menuju yang lebih baik.

Masihkah kita berbangga diri dengan budaya karet dan sekedarnya saja? Benarkah jika kita terus memakluminya tanpa mengubah semua itu?[]

Membongkar Benteng


Secara fitroh manusia memang mempunyai naluri asasi berupa gharizatun baqo’ (naluri mempertahankan diri). Contoh sederhana adalah saat manusia akan dipukul, maka secara reflek manusia akan menghindari pukulan dengan cara apapun agar tidak tersakiti karena pukulan itu. Hal ini berhubungan dengan kepekaan atau sensitifitas perasaan manusia. Dan naluri ini perlu managemen.

Yang akan sedikit mengkhawatirkan adalah jika naluri mempertahankan diri ini bereaksi ketika ada kritik atau masukan untuk diri kita. Adakah kita adalah tipe manusia yang seperti itu? Selalu bertahan terhadap argumennya tanpa mau memberi kesempatan orang lain untuk menambah dan memperbaikinya. Hatta argumen itu kurang tepat.

Ketika ada kritik dan masukan dari saudara kita lantas kita malah bertahan dalam pendirian kita tanpa mempertimbangkan saran tersebut? Menganggap diri sebagai yang telah baik dan kebaikan itu mutlak, sehingga saat ada kritik dari orang lain kita kita secepat kilat membangun lebih tinggi benteng pertahanan kita?

Kritik, saran,atau masukan dalam bentuk apapun adalah pemantik diri kita. Baik secara sopan atau bahkan dalam wujud cacian mungkin, kritik adalah bahan kita untuk evaluasi diri. Karena sebuah kritikan tidak akan mungkin kita terima jika apa yang kita tampilkan sesuai dengan maksud dan keinginan pengkritik. Ada ketidakpuasan saat seseorang mengkritik, dan itu artinya kritikan adalah kepuasan yang sebenarnya diharapkan dari kita. Jika kita menolak kritikan itu, maka bagaimana kita mengerti maksud orang lain?

Bertahan dengan sikap yang terbaik dari kita adalah sebuah keteguhan hati, dan keteguhan hati harusnya bisa dirasakan orang lain karena beda antara keteguhan hati dengan egoitas diri. Terlebih saat kita kekeh  bertahan dalam sikap buruk kita. bongkarlah benteng kita disaat memang kritik itu untuk memperbaiki diri kita. jangan segan atau malu melakukan itu, karena jika palu kritik itu tidak kita manfaatkan untuk menggempur benteng pertahanan kita maka selamanya kita akan terkukung bersama keburukan kita.

Bongkarlah benteng pertahanan diri kita untuk masuknya kritik dari orang lain. Karena berbagai kritik itu akan menempa diri kita menjadi pribadi bersahaja dan senantiasa melakukan perbaikan-perbaikan dalam kehidupan ini. Manusia bukanlah makhluk yang hanya akan berbuat kebaikan semata, oleh karena itu memperhitungkan penilaian orang lain terhadap diri kita tidaklah akan menghilangkan jati diri kita. justru itulah yang akan membentuk kualitas diri dalam menapaki perjalanan hidup ini.[]

Jumat, 22 Maret 2013

Nikmatnya Harta di Dunia




Memiliki kekayaan berupa harta melimpah tidaklah bisa diperoleh semua orang di dunia ini. Oleh karenanya, jika kita dikaruniai Allah swt. harta yang melimpah di dunia ini namun kita tidak menikmatinya, maka merugilah kita. Bagaimanakah cara menikmati harta di dunia?

Harta dunia yang kita punyai tidak akan dapat kita nikmati jika kita membiarkannya menumpuk di tabungan atau brankas kita. Akan tetapi harta kita hanya akan kita rasakan nikmatnya jika ia kita belanjakan di jalan Allah swt. mengubahnya tidak sekedar memuaskan kebutuhan hidup kita, tapi juga menjadi aset akhirat untuk masa depan kehidupan kita di alam setelah dunia.
Contoh sederhana saja, saat kita memiliki ratusan juta uang. Pasti kita tidak akan pernah bisa menikmatinya jika kita membiarkannya dalam bentuk uang yang kita simpan dengan rapi dan aman. Akan lain ceritanya jika kita kemudian membelanjakan uang tersebut. Kita gunakan untuk memenuhi kebutuhan anak-anak kita, membantu yatim dan dhuafa, membangun sarana ibadah serta kegiatan islami, dan sebagainya yang diridhoi Allah swt.

Uang ratusan juga yang dibelanjakan untuk kebaikan itu pasti akan kita rasakan kenikmatannya baik kenikmatan di dunia maupun di akhirat. Karena memang begitulah cara menikmati kenikmatan harta yang diamanahkan Allah swt. kepada manusia. Memanglah benar, harta bukanlah segala-galanya, tapi segala-galanya bisa bergantung pada harta yang kita punya. Kita tidak akan pernah tahu sampai berapa lama kita hidup di dunia. Berantisipasilah agar kita tidak meninggalkan uang yang menumpuk di tabungan, perhiasan yang tersimpan banyak di peti kita sedang kita tidak mempunyai bekal untuk menuju kehidupan Akhirat. Karena harta-harta itu tidak akan menemani kita dalam wujudnya sebagai harta setelah kita mati. Dengan mengamalkan (membelanjakan) harta di jalan Allah swt., maka itulah yang akan menemani kita kembali kepada Rabbul Izzati.[]